Artikel PKN : PENGARUH POLITIK TERHADAP KONSTITUSI NEGARA
PENGARUH POLITIK TERHADAP KONSTITUSI NEGARA
MATA KULIAH : DEMOKRASI PANCASILA
IMRO’ATUL MAGHFURIN
16187205011
Indonesia sebagai salah satu negara yang menganut prinsip-prinsip demokrasi dalam bernegara, yang kemudian hal tersebut dijabarkan dalam konstitusi negara Republik Indonesia yaitu UUD 1945. Dalam perkembangan sejarahnya, konstitusi Negara Republik Indonesia sempat mengalami pergantian berkali-kali. Perubahan-perubahan konstitusi tersebut, yaitu:
- UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)
- Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)
- UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
Akhirnya Presiden Soekarno pada saat itu menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Pada tahun 1955, diadakan Pemilu untuk pertama kalinya di Indonesia untuk memilih anggota DPR dan anggota Konstituante. Konstituante dibentuk dengan tujuan untuk merumuskan dan membentuk UUD baru sebagai pengganti UUD Sementara 1950
- UUD 1945 (5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999)
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya:
a. Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
b. MPRS menetapkan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup
c. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia
- Masa Orde Baru (1966-1998)
a. Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya.
b. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
- UUD 1945 Hasil Amandemen (19 Oktober 1999 – sekarang)
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR :
a. Sidang Umum MPR 1999, tanggal14–21 Oktober 1999 menetapkan Perubahan Pertama UUD 1945
b. Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal7–18 Agustus 2000 menetapkan Perubahan Kedua UUD 1945
c. Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal1–9 November 2001 menetapkan Perubahan Ketiga UUD 1945
d. Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal1–11 Agustus 2002 menetapkan Perubahan Keempat UUD 1945 .
B. RUMUSAN MASALAH
Melihat dari sejarah perubahan konstitusi Negara Republik Indonesia sebagaimana di atas maka muncul pertanyaan: Apakah faktor politik yang berkembang pada suatu negara berpengaruh terhadap konstitusi negara yang bersangkutan, khususnya di Indonesia ?
C. PEMBAHASAN
1. TERBENTUKNYA NEGARA
Untuk memulai pembahasan atas pertanyaan yang muncul, maka perlu untuk diketahui asal mula terbentuknya negara itu sendiri. Negara terbentuk karena adanya kesatuan dari orang-orang yang bergabung dan bersatu dalam suatu kelompok yang disebut masyarakat, serta kemudian menundukkan diri atas kehendaknya sendiri kepada pemerintah/negara yang dibentuk oleh masyarakat tersebut, dengan tujuan untuk mengatur kehidupan orang-orang yang ada di dalam masyarakat tersebut.
Manusia pada dasarnya atau secara alamiah adalah bebas, sederajat dan merdeka. Tidak seorangpun yang dapat menempatkan dirinya dibawah kekuasaan politik orang lain tanpa persetujuan dirinya, yang dilakukan dengan cara membuat persetujuan dengan orang lain, untuk bergabung dan bersatu dalam suatu komunitas dengan maksud untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan kedamaian hidup, antara satu orang dengan orang yang lain, dalam suatu jaminan pemanfaatan harta benda mereka, dan mendapatkan perlindungan yang lebih besar terhadap ancaman dari pihak di luar komunitasnya .
Bergabungnya seseorang dalam suatu komunitas masyarakat dalam suatu negara, karena awalnya berdasarkan sejarah, mereka masing-masing adalah sama dan sederajat yang kemudian bersepakat membentuk suatu negara. Masing-masing keturunan mereka kemudian seterusnya secara otomatis menundukkan dirinya di dalam negara dan tunduk pada aturan-aturan yang dibuat oleh negara.
Atas penundukan diri tersebut maka negara berkewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap ancaman dan gangguan dalam bentuk apapun, serta jaminan hidup kepada orang-orang yang menjadi warganya. Untuk melaksanakan kewajiban tersebut maka negara kemudian membuat aturan-aturan, norma dan hukum. Tindakan negara tersebut bertujuan untuk mengatur tata kehidupan dan perilaku warganya, yang diikuti dengan pemberian hukuman bagi warganya yang melanggar aturan-aturan dan hukum yang telah dibuat.
2. DEMOKRASI
Bentuk pemerintahan yang ideal dalam mengatur tata kehidupan dan perilaku warganya adalah demokrasi. Menurut Paul Broker definisi tentang demokrasi memiliki banyak terminologi, antara lain menyangkut aturan manusia, aturan majelis, aturan partai, aturan umum, kediktatoran kaum prolektar, partisipasi politik maksimal, kompetisi para elite dalam meraih suara, multipartai, pluralisme social dan politik, persamaan hak, kebebasan berpolitik dan sipil, sebuah masyarakat yang bebas, ekonomi pasar bebas, dll. [1] Abraham Lincoln memberikan formulasi yang terkenal tentang demokrasi yaitu suatu pemerintahan yang berasal dari rakyat, diawasi oleh rakyat, dan dijalankan untuk kepentingan rakyat itu sendiri. István Orosz berdasarkan pada pernyataan Lijphart menyatakan demokrasi adalah suatu kerangka dimana berbagai hak asasi manusia dan hak sipil serta lembaga demokrasi berada.
Hak asasi manusia (HAM) adalah kunci pokok dari demokrasi. HAM menjadi persyaratan paling pokok agar sistem demokrasi dapat berjalan dengan baik. Pembangunan dan perbaikan kondisi HAM dapat dimungkinkan apabila manusia hidup dalam suatu demokrasi, berdasarkan fakta bahwa hanya dengan sistem inilah masyarakat dapat menegakkan hukum yang berlaku dan mengawasi secara terbuka atas 3 kekuasaan: kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudisial.
Arend Lipjhart membagi demokrasi dalam 2 bentuk yaitu: Model Mayoritas (Westminster Model) dan Consensus model. Westminster model adalah sistem demokrasi yang diterapkan di Inggris. Istvan Orosz, memberikan perhatian utama pada sistem ini karena berdasarkan kenyataan Inggris tidak mempunyai konstitusi tertulis dan yang lebih terpenting lagi, sistem demokrasi tersebut dapat berjalan tanpa adanya suatu konstitusi yang tertulis. Hal tersebut menjadi mungkin karena semua faktor penting dari suatu demokrasi telah ada dalam westminster model.
Inti dari westminster model adalah aturan mengenai mayoritas. Model ini dapat dilihat saat menjawab permasalahan pihak mana yang akan melaksanakan pemerintahan dan kepentingan kelompok yang akan lebih diutamakan apabila terjadi ketidaksepakatan, sehingga jawaban atas pertanyaan tersebut adalah kelompok mayoritas dalam masyarakat.
Westminster model terdiri dari 9 elemen yang terdiri dari : [2]
1. Konsentrasi kekuasaan eksekutif: satu partai dan kabinet mayoritas nyata.
2. Peleburan kekuasaan dan dominasi kabinet.
3. Bicameralism[3] yang asimetris.
4. Sistem dua partai.
5. Sistem partai berdimensi satu.
6. Sistem pluralistis dalam pemilu.
7. Pemerintah yang bersatu dan terpusat.
8. Konstitusi tak tertulis dan kedaulatan parlementer.
9. Demokrasi representatif yang eksklusif.
Istvan Orosz memberikan karakteristik secara signifikan atas westminster model sebagai berikut :
1. Di Inggris, sistem pemerintahan mayoritas dianggap mewakili kepentingan mayoritas rakyat. Dalam prakteknya, perdana menteri yang ditunjuk di parlemen berdasarkan suara terbanyak. Kandidat yang memenangkan pilihan terbanyak menjadi perdana menteri untuk mewakili para pemilih.
2. Adanya sistem partai pemerintah. Partai yang mendapatkan kursi paling banyak di parlemen akan menjadi partai pemerintah dan partai inilah yang kemudian membentuk kabinet. Tidak dimungkinkan adanya koalisi karena sistem pemerintahan mayoritas.
3. Pemilihan umum diadakan setiap 5 tahun sekali, meskipun perdana menteri dapat meminta diadakan lebih awal. Ini biasanya terjadi ketika pemerintah telah membuat suatu keputusan yang tidak populer dan mengakibatkan dia dipaksa mengundurkan diri.
4. Hal yang paling penting dari sistem politik Ingris adalah kedaulatan parlemen. Parlemen mempunyai kekuasaan yang tak terbatas. Validitas dari peraturan yang dibuat oleh perlemen, sekali diberlakukan, tidak dapat digugat di pengadilan, karena tidak ada konstitusi tertulis.
5. Kekuasaan pemerintahan terpusat pada House of Common [4] yang mewakili suara mayoritas rakyat, yang artinya rakyat mempunyai kontrol secara tidak langsung terhadap parlemen. Ketika rakyat memilih dalam pemilu, mereka tidak hanya memilih anggota parlemen tetapi memilih program partai dan perdana menteri. Inilah satu-satunya jalan buat rakyat dalam mempengaruhi politik. Rakyat Inggris dapat menentukan kepentingan yang paling utama atas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
6. Kekuasaan eksekutif dan legislatif terpusat pada satu tangan yaitu pemerintah.
7. Adanya sistem koalisi dua partai yang bersifat satu dimensi. Sehingga program politik masing-masing partai secara garis besar berbeda dalam bidang ekonomi dan masalah sosial politik.
8. Adanya sistem bikameral yang asimetris atau sistem 2 kamar. Kekuasaan legislatif hampir sepenuhnya berada di tangan House of Common.
Soffian Effendi mengartikan Westminster model sebagai Sistem Parlementer, yang menurutnya tidak mengenal pemisahan kekuasaan antara cabang eksekutif dan legislatif. Sistem tersebut dibuat sebagai reaksi terhadap kekuasaan Raja. Terbentuknya pemerintahan parlementer diawali dengan berdirinya lembaga perwakilan rakyat ( assembly) yang secara bertahap mengambil alih kekuasaan legislatif dari tangan Raja. Tetapi, kekuasaan eksekutif tetap berada pada Raja. Dalam perkembangan selanjutnya, kekuasaan eksekutif Raja mulai diserahkan kepada menteri-menteri yang diangkat dari antara anggota-anggota lembaga perwakilan rakyat. Karena para menteri harus bertanggung jawab kepada lembaga perwakilan rakyat, maka lambat laun kekuasaan lembaga perwakilan rakyat bertambah besar sehingga ditetapkan sebagai pemegang kedaulatan negara.
Para menteri yang secara kolektif disebut Kabinet, harus betanggung jawab kepada lembaga perwakilan yang berfungsi sebagai badan legislatif dan merupakan bagian dari badan tersebut. Karena itu dalam sistem parlementer tidak ada seperation of power, tetapi yang ada adalah fusion of power antara kekuasaan eksekutif dan kekuasaan eksekutif. Dengan kata lain, sistem parlementer adalah sistem politik yang menggabungkan kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif dalam suatu lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang bernama Parlemen. Pada sistem parlementer cabang eksekutif dipimpin oleh Kepala Negara, seorang Raja dalam negara monarki konstitusional atau seorang Presiden dalam republik, dan Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan. Kepala Pemerintahan ditunjuk oleh Kepala Negara dan para menteri diangkat oleh Kepala Negara atas usul Kepala Pemerintahan, Kabinet, yang terdiri dari Perdana Menteri dan para menteri, adalah lembaga kolektif, karena perdana menteri adalah orang yang pertama dari sesama (primus inter pares) sehingga tidak dapat memberhentikan seorang menteri. Tapi dalam kenyataannya perdana menteri selalu memilki kekuasaan yang lebih besar dari para menteri.
Perdana menteri dan para menteri biasanya adalah anggota parlemen dan secara kolektif bertanggung jawab kepada badan legislatif. Pemerintah atau kabinet secara politis bertanggung jawab kepada parlemen. Untuk menghindarkan kekuasaan legislatif yang terlalu besar atau diktatorial partai karena mayoritas partai yang terlalu besar, kepala pemerintahan dapat mengajukan usul kepada kepala negara untuk membubarkan parlemen. Salah satu karakteristik utama sistem parlementer yang tidak dimiliki oleh sistem presidensial adalah kedudukan parlemen sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di atas badan perwakilan dan pemerintah ( supremacy of parliament). Dalam sistem parlementer pemerintah tidak berada di atas badan perwakilan, dan sebaliknya badan perwakilan tidak lebih tinggi dari pemerintah.
Karena perdana menteri dan para anggota kabinet tidak dipilih langsung oleh rakyat, pemerintah parlementer hanya bertanggung jawab secara tidak langsung kepada pemilih. Karena itu, dalam pemerintahan parlementer tidak dikenal hubungan langsung antara rakyat dengan pemerintah. Hubungan itu hanya dilakukan melalui wakil-wakil yang dipilih oleh rakyat.
Parlemen sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang merupakan pusat kekuasaan dalam sistem politik harus selalu mengusahakan agar tercapai dinamika hubungan politik yang seimbang antara badan legislatif dan badan eksekutif.
Consensus model adalah aplikasi dari pengambilan keputusan secara konsensus yang merupakan salah satu proses pembentukan UU dalam demokrasi. Dicirikan oleh adanya struktur pengambilan keputusan yang melibatkan dan mengambil pendapat dalam skala yang luas, sebagai kebalikan dari sistem yang mengabaikan pendapat kaum minoritas oleh pendapat mayoritas yang memenangkan proses pemilihan. [5]
Consensus model dapat dideskripsikan dalam 8 elemen pengendali mayoritas, sebagai berikut:[6]
- Pembagian kekuasaan eksekutif koalisi besar dengan prinsip konsensus adalah membiarkan semua partai penting mendapatkan kekuasaan eksekutif dalam sebuah koalisi yang luas.
- Pemisahan kekuasaan, formal dan informal. Pemisahan kekuasaan secara formal membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif menjadi lebih mandiri, dan hubungan diantara keduanya lebih seimbang daripada hubungan kabinet parlemen.
- Bikameralism yang seimbang dan perwakilan minoritas. Prinsip dasar dalam membentuk suatu badan pembuat UU menjadi bikameral daripada unikameral adalah untuk memberikan perwakilan yang bersifat khusus kepada kelompok minoritas tertentu dalam suatu majelis kedua atau dewan tinggi. Dua kondisi harus dipenuhi jika keterwakilan kelompok minoritas menjadi sangat penting. Dewan tinggi harus dipilih dari basis yang berbeda dari dewan rendah, dan harus mempunyai kekuasaan yang sebenarnya. Secara ideal, kekuasaannya sama besar dengan yang dimiliki oleh dewan rendah.
- Sistem multipartai.
- Sistem partai multidimensi.
- Sistem perwakilan secara proporsional. Tujuan dasar dari perwakilan proporsional adalah untuk membagi kursi di parlemen di antara partai-partai berdasarkan proporsi suara yang diperoleh.
- Federalisme dan desentralisasi federasi teritorial dan nonteritorial. Federasi lebih banyak dikenal, tetapi bukan satu-satunya metode dalam pemberian otonomi kepada kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Dalam sistem federal, semua kelompok dibagi berdasarkan kesatuan wilayah: negara bagian, propinsi, dan sebagainya. Otonomi juga diberikan berdasarkan non teritorial, dan ini digunakan dalam masyarakat yang bersifat plural yang terdiri dari suku-suku/kaum yang tidak berkumpul dalam wilayah geografis yang sama.
- Konstitusi tertulis dan hak veto dari kelompok minoritas. Adanya satu konstitusi yang tertulis dalam bentuk sebuah dokumen yang berisi aturan-aturan dasar dalam menjalankan pemerintahan. Konstitusi tertulis ini hanya dapat diubah oleh mayoritas khusus.
Konstitusi menurut Philip Hood dan Jackson [7] adalah suatu bangunan aturan, kebiasaan-kebiasaan yang menentukan susunan dan kekuasan organ-organ negara dan yang mengatur hubungan-hubungan diantara berbagai organ negara itu satu sama lain, serta hubungan organ-organ negara itu dengan warga negara.
Menurut Eric Barendt, [8]konstitusi mempunyai 2 arti:
a. Konstitusi suatu negara adalah dokumen atau teks tertulis yang berisi uraian tentang kekuasaan parlemen, pemerintah, pengadilan, dan lembaga nasional penting lainnya. Hampir semua negara mempunyai konstitusi jenis ini. Beberapa dari konstitusi tersebut juga memuat hak-hak dasar, seperti hak kebebasan untuk berbicara dan hak untuk mendapatkan proses persidangan yang adil. Ini adalah karakteristik dari dokumen konstitusi, utamanya menjamin hak-hak dasar, yang membatasi kekuasaan para pembuat UU dan pemerintah. Pada beberapa kasus mengenai pembatasan tersebut dilaksanakan oleh pengadilan. Keputusan mereka juga menjadi bagian utama dari aturan konstitusi. Terlebih lagi, ada beberapa prosedur khusus untuk melaksanakan amademen terhadap konstitusi. Dokumen konstitusi biasanya tidak dapat diubah melalui proses legislasi biasa.
b. Kumpulan peraturan baik hukum maupun non hukum yang membentuk sistem pemerintahan, sebagai contoh, aturan hukum yang menguraikan kekuasaan dari para menteri, dan parlemen, serta mengatur hubungan di antara mereka. Aturan hukum diartikan dan diperintahkan oleh pengadilan, sedangkan aturan non hukum adalah kebiasaan atau konvensi yang berisi kewajiban, meskipun hal tersebut tidak dapat diperintahkan oleh para hakim.
Berdasarkan kamus Oxford Dictionary of Law, maka konstitusi berarti peraturan-peraturan dan praktek-praktek yang menjabarkan susunan dan fungsi dari organ-organ pusat dan daerah dari pemerintah dalam suatu negara dan mengatur hubungan antara individu dan negara.
Konstitusi menurut Jimly Asshiddiqie, merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Setiap negara modern pada saat ini pasti mempunyai konstitusi baik itu tertulis maupun tidak tertulis. Menurut Jimly Asshiddiqie, basis pokoknya adalah kesepakatan umum atau persetujuan (concensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan negara. Organisasi negara itu diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut negara. Kata kuncinya adalah konsensus atau ‘general agreement’. jika kesepakatan itu runtuh, maka runtuh pula legitimasi kekuasaan negara yang bersangkutan, dan pada gilirannya perang saudara (civil war) atau revolusi dapat terjadi.
Konsensus di zaman modern yang menjamin tegaknya konstitualisme, menurut William G. Andrews, bersandar pada tiga elemen:
a. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama.
b. Kesepakatan tentang “the rule of Law” sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara.
c. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan.
SISTEM DEMOKRASI DALAM KONSTITUSI INDONESIA
Indonesia setelah mengalami beberapa kali perubahan konstitusi, saat ini
memberlakukan kembali UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli
1959 menggantikan UUD Sementara 1950. UUD 1945 kemudian diamandemen
sebanyak 4 kali. Hasil amandemen UUD 1945 adalah Indonesia menganut
demokrasi dengan consensus model. Jika berdasarkan pada 8 elemen consensus
model, maka dapat dilihat sebagai berikut :
1. Adanya pembagian kekuasaan eksekutif. Pasal 4 sampai dengan 16 UUD 1945 mengatur tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara. Pasal 17 UUD 1945 mengatur tentang Kementerian Negara. [9]
Presiden RI saat ini yang berasal dari Partai Demokrat, membentuk Koalisi dengan beberapa partai antara lain dengan Partai Golkar, Partai Amanat Sosial, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Keadilan Bangsa, dan Partai Persatuan Pembangunan.[10] Penunjukan menteri-menteri negara sebagai pembantu presiden pun ditunjuk dari partai-partai koalisi pemerintah. [11]
2. Pemisahan kekuasaan dalam UUD 1945 diatur sebagai berikut, kekuasaan legislatif berada di DPR sebagai pembentuk UU (Pasal 20 ayat (1)), [12] kekuasaan pemerintahan negara berada di tangan Presiden (Pasal 4 sampai dengan 17 UUD 1945).
3. Adanya lembaga DPR dan DPD dalam UUD 1945 menunjukkan adanya sistem bicameral yang seimbang dan perwakilan minoritas. Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum (Pasal 19 dan 22E ayat (3)) UUD 1945) [13] berdasarkan daerah-daerah pemilihan yang ditentukan oleh KPU, dan setiap calon anggota DPR berasal dari anggota partai-partai peserta pemilihan umum. [14] Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum dan bersifat perseorangan (Pasal 22C ayat (1) dan 22E ayat (4) UUD 1945) [15] dengan memenuhi persyaratan tertentu.[16]
4. Pemilu legislatif terakhir yang dilaksanakan di Indonesia diikuti oleh 34 partai di tingkat nasional dan 6 partai lokal khusus untuk wilayah Aceh. [17] Hal tersebut menunjukkan adanya Sistem multipartai dan Sistem partai yang multidimensional di Indonesia. [18]
5. Sistem pembagian kursi di DPR RI ditetapkan berdasarkan atas hasil penghitungan seluruh suara sah dari setiap Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR di daerah pemilihan yang bersangkutan. Dari hasil penghitungan seluruh suara sah kemudian ditetapkan angka BPP DPR. Setelah ditetapkan angka BPP DPR dilakukan penghitungan perolehan kursi tahap pertama, tahap kedua dan tahap ketiga.[19]
6. Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditentukan sebagian urusan pemerintah pusat. Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 18 ayat (1), (2), (5), dan (6) UUD 1945).[20]
7. Usul Perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR dan dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR. Setiap usul perubahan harus diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR (pasal 37 UUD 1945). [21]
KESIMPULAN
Negara terbentuk karena adanya kesatuan dari orang-orang yang bergabung dan
bersatu dalam suatu kelompok yang disebut masyarakat, serta kemudian
menundukkan diri atas kehendaknya sendiri kepada pemerintah/negara yang
dibentuk oleh masyarakat tersebut, dengan tujuan untuk mengatur kehidupan
orang-orang yang ada di dalam masyarakat tersebut.
Bentuk pemerintahan negara yang ideal dalam mengatur tata kehidupan dan perilaku warganya adalah demokrasi. Demokrasi terbagi dalam 2 bentuk yaitu: Model Mayoritas (Westminster Model) dan Consensus model.
Konstitusi adalah suatu bangunan aturan, kebiasaan-kebiasaan yang menentukan susunan dan kekuasan organ-organ negara dan yang mengatur hubungan-hubungan diantara berbagai organ negara itu satu sama lain, serta hubungan organ-organ negara itu dengan warga negara. Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Konstitusi Indonesia yaitu UUD 1945 setelah mengalami amandemen sebanyak 4 kali kemudian menganut demokrasi dengan consensus model.
DAFTAR PUSTAKA
Consensus Democracy,
http://en.wikipedia.org/wiki/Consensus_democracy
, diakses pada 20 April 2018.
Daftar Partai politik Peserta Pemilu 2009, http://www.pemiluindonesia.com/pemilu-2009/daftar-partai-politik-peserta-pemilu-2009.html , diakses pada 02 Mei 2018.
Ashiddiqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitualisme, Jakarta: Kerjasama FH. UI, 2004.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan, Palito Media.
Pelembagaan Koalisi Partai, Aburizal Jabat Ketua Harian, http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=6927 , diakses pada 28 April 2018.
Satya Arinanto, Politik Hukum 1, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001.
Susunan Kabinet Indonesia II Hasil reshufle, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan, Palito Media.
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD.
Sudiyatmiko Law Office , diposkan pada 27 Februari 2017 https://www.google.com/amp/s/sudiyatmikolawoffice.wordpress.com/2017/02/27/pengaruh-politik-terhadap-konstitusi-negara/amp/ . (diakses pada 17 april 2018 pada pukul 20.02 WIB)
Mufti, Muslim dan Naafisah, Didah Durrotun, Teori-Teori Demokrasi,
[1]
Paul Broker dalam Teori-Teori Demokrasi, hal. 21
[2]
Baca: Teori-Teori Demokrasi, hal 216
[3]
Sebuah terminologi dalam bahasa Inggris untuk pemerintahan yang
berarti memiliki dua badan legislatif. Baca: Teori-Teori Demokrasi, hal 217
[4]
House of Common adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat di Inggris.
Baca: Teori-Teori Demokrasi, hal 216
[5]
Consensus Democracy,
http://en.wikipedia.org/wiki/Consensus_democracy
, diakses pada 20 April 2018.
[6]
Baca: Teori-Teori Demokrasi, hal 230
[7]
Philip Hood dan Jackson dalam Jimly Ashiddiqie, Konstitusi dan
Konstitualisme, hal. 16-17.
[8]
Eric Barendt dalam Satya Arinanto, Politik Hukum 1, hal. 107.
[9]
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan, Palito Media, hal. 87-93.
[10]
Pelembagaan Koalisi Partai, Aburizal Jabat Ketua Harian,
http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=6927
, diakses pada 28 April 2018
[11]
Susunan Kabinet Indonesia II Hasil reshufle, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan, Palito Media, hal. 121-124.
[12]
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan, Palito Media, hal. 95.
[13]
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan, Palito Media, hal. 95 dan 98
[14]
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD
dan DPRD.
[15]
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan, Palito Media, hal. 97 dan 98
[16]
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD
dan DPRD.
[17]
Daftar Partai politik Peserta Pemilu 2009,
http://www.pemiluindonesia.com/pemilu-2009/daftar-partai-politik-peserta-pemilu-2009.html
, diakses pada 02 Mei 2018.
[18]
Lihat Pasal 315 dan 316 UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu
Anggota DPR, DPD dan DPRD.
[19]
Lihat juga Pasal 202-210 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD
[20]
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan, Palito Media, hal. 93-94.
[21]
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan, Palito Media, hal. 109.
Komentar
Posting Komentar