MAKALAH BAHASA INDONESIA : PSIKOLOGI PEMBACA

MAKALAH
PSIKOLOGI PEMBACA
mata kuliah “PSIKOLOGI SASTRA”
Dosen Pengampu :M. Bayu Firmansyah, M,Pd
Disusun oleh kelompok 03(B)
1. Lailatul azizah
2. Siti Anisah
3. luluk mukarromah



PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP PGRI PASURUAN
2015

KATA PENGANTAR
Tiada untaian yang pantas kami haturkan, melainkan rasa puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT. Hanya dengan rahmat dan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Psikologi Sastra yang berjudul “ PSIKOLOGI PEMBACA” dapat terselesaikan dengan waktu yang di tentukan.
Ucapan terima kasih juga penyusun ucapkan kepada :
1. Mardiningsih, M.Pd., selaku ketua lembaga STKIP PGRI Pasuruan.
2. M. Bayu Firmansyah, M.Pd., selaku kepala program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
3. M. Bayu Firmansyah, M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah “Psikologi Sastra” yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini.
4. Orang tua yang telah mendukung kami baik secara materi maupun moril.
5. Teman-teman yang telah membantukami dalam menyelesaikan makalahini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif (membangun) sangat diharapkan demi penyempurnaan penyusunan berikutnya.
Akhirnya semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Pasuruan, 15 Desember 2017
Penyusun


DAFTAR ISI
Kata pengantar....................................................................................................................... i
Daftar isi................................................................................................................................ ii
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar belakang................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan.............................................................................................................................. 1
BAB PEMBAHASAN
2.1 Definisi Psikologi Pembaca...................................................................................... 3
2.2 Resepsi dan kebebasan tafsir Psikologis.......................................................................... 4
2.3Daya psikis keras dan lunak pada Psikologi Pembaca...................................................... 5
2.4Resepsi dan kebebasan tafsir psikologis pada karya sastra...................................... 6
2.5Eksperimental estetik pembaca sastra...................................................................... 7
2.6 Interpretasi psikologi pembaca pada novel hujan bulan juni........................................... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 11
3.2 Saran................................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 12

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Novel merupakan karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dan menonjolkan watak serta sifat setiap pelakunya. Novel seringkali menimbulkan kesan tersendiri bagi setiap pembacanya baik berupa hayatan atau sebuah interpretasi. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta rasa, dan karsa dalam berkarya. Pembaca dalam menanggapi karya tidak lepas dari kejiwaan masing-masing. Psikologi sastra juga mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap gejala jiwa, kemudian diolah ke dalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Sapardi Joko Damono adalah pengarang puisi sekaligul novel, karyanya yang terkenal dan menjadi pembahasan kajian ini yaitu novel dengan judul “Hujan Bulan Juni”. Novel ini sangat menarik untuk menjadi kajian Psikologi Pembaca karena selain novel ini mempunyai ciri khas, juga tulisan yang di pakai sangat baik dan dibentuk oleh rangkaian kalimat pendek. Suatu kalimat sebaiknya singkat, padat, namun berbobot. Seringkali pembaca hanyut ke dalam alur cerita ketika sedang membaca, hal yang seperti ini yang akan menjadi kajian dari artikel ini. Semoga dengan menggunakan perspektif Psikologi Pembaca, maka dari artikel ini kita mendapatkan gambaran bagaimana kondisi jiwa pembaca dari novel “Hujan Bulan Juni”

1.2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari psikologi pembaca?
2. Bagaimana hubungan psikologi pembaca dengan resepsi sastra?
3. Bagaimana resepsi dan kebebasan tafsir psikologis?
4. Bagaimana daya psikis keras dan lunakpada psikologi pembaca?
5. Bagaimana resepsi dan kebebasan tafsir psikologis pada karya sastra?
6. Bagaimana eksperimental estetik pembaca sastra?
7. Bagaimana interpretasi psikologi pembaca pada novel hujan bulan juni?
1.3. Tujuan

1. Untuk mendeskripsikan definisi psikologi pembaca
2. Untuk mendeskripsikanhubungan psikologi pembaca dengan resepsi sastra
3. Untuk mendeskripsikanresepsi dan kebebasan tafsir psikologis
4. Untuk mendeskripsikandaya psikis keras dan lunakpada psikologi pembaca
5. Untuk mendeskripsikanresepsi dan kebebasan tafsir psikologis pada karya sastra
6. Untuk mendeskripsikaneksperimental estetik pembaca sastra
7. Untuk mendeskripsikaninterpretasi psikologi pembaca pada novel hujan bulan juni



























BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Psikologi Pembaca
Psikologi pembaca merupakan salah satu jenis kajian psikologi sastra yang memfokuskan pada pembaca, yang ketika membaca dan menginterpretasikan karya sastra mengalami berbagai situasi kejiwaan. Yang menjadi objek kajian dalam psikologi pembaca adalah pembaca yang secara nyata membaca, menghayati, dan menginterpretasikan karya sastra. Sebagai manusia yang memiliki aspek kejiwaan, maka ketika membaca, menghayati, dan menginterpretasikan karya sastra yang dibacanya, pembaca akan mengadakan interaksi dan dialog dengan karya sastra yang dibacanya. Karena memiliki jiwa, dengan berbagai rupa emosi dan rasa, maka ketika membaca sebuah novel atau menonton sebuah pementasan drama, kita sangat mungkin ikut bersedih, gembira, jengkel, bahkan juga menangis karena tersentuh oleh pengalaman tokohtokoh fiktif. Seperti dikemukakan oleh Iser dalam Wiyatmi (2011:57), bahwa suatu karya sastra akan menimbulkan kesan tertentu pada pembaca. Kesan ini didapat melalui “hakikat” yang ada pada karya itu yang dibaca oleh pembacanya. Dalam proses pembacaan ini aka ada interaksi antara hakikat karya itu dengan “teks luar” yang mungkin memberikan kaidah yang berbeda. Bahkan dapat dikatakan bahwa kaidah dan nilai teks luar akan sangat menentukan kesan yang akan muncul pada seseorang sewaktu membaca sebuah teks, karena fenomena ini akan menentukan imajinasi pembaca dalam membaca teks itu.
a). Psikologi Pembaca.
1).Daya psikis.
Penerimaan nilai sastra biasanya justru berasal dari aspek psikologis. Pembaca yang bagus, biasanya dapat meneladani aspek-aspek penting dalam karya sastra yang dibacanya. Nilai-nilai sastra yang mampu membentuk sikap dan prilaku akan diinternalisasikan dalam diri pembaca
2) Penerimaan dan kebebasan tafsir psikologis.
Penerimaan sastra oleh pembaca bisa berbeda-beda tafsirannya. Tafsiran yang berbeda dalam karya sastra dianggap bagus karena dapat memperkaya pesan. Dari situlah bebas menciptakan dunianya.
3) Tipologi Psikis pembaca.
Dalam hal ini dibedakan bacaan menurut golongan usia. Bacaan yang dibenci orang dewasa mungkin disenangi oleh anak-anak.
  • Psikologi Penokohan.
Tokoh biasanya terdapat dalam prosa dan drama. Tokoh yang ada secara psikologis menjadi wakil sastrawan yang menyelipkan pesan melalui tokoh tersebut. Tokoh yang digarap dengan perwatakan yang memukau, akan menjadi daya tarik khusus.
2.2.Hubungan Psikologi Pembaca dengan Resepsi Sastra
Karena sama-sama memiliki fokus kajian pada pembaca yang secara nyata nyata membaca, menikmati, menanggapi karya sastra, maka psikologi pembaca tentu saja memiliki hubungan dengan resepsi sastra. Dalam hal ini pengertian siapa pembaca, apa yang dialami ketika dia membaca, faktor-faktor apa yang mempengaruhi bagaimana dia memilih karya sastra yang dibaca, dan bagaimana dia menanggapi karya yang dibaca yang dibahas dalam resepsi sastra juga dipakai dalam psikologi sastra. Di mana letak perbedaan psikologi sastra dengan resepsi sastra? resepsi sastra memiliki wilayah kajian yang luas, yaitu (1) analisis resepsi sastra secara eksperimental, (2) analisis resepsi sastra lewat kritik sastra, (3) analisis resepsi sastra dengan pendekatan intertekstualitas. Analisis resepsi eksperimental dilakukan dengan cara studi lapangan.
Pendekatan resepsi melalui kritik sastra dikembangkan oleh Felix Vodicka. Dalam pendekatan ini, kritikus dianggap sebagai penanggap utama dan khas karena kritikuslah yang dianggap dapat menetapkan konkretisasi (pemaknaan) karya sastra dan dialah yang mewujudkan penempatan dan penilaian karya itu pada masanya dan mengeksplisitkan tanggapannya terhadap karya sastra. Misalnya dikaji bagaimana tanggapan para kritikus sejak tahun 1940-an sampai 1990-an terhadap puisi-puisi karya Chairil Anwar dengan menganalisis kritik yang ada terhadap puisi-puisi Chairil Anwar. Pendekatan intertekstualitas dalam resepsi sastra, yang dikembangkan oleh Jauss, dapat diterapkan untuk mengetahui resepsi pembaca yang terwujud dalam hubungan antara dua karya sastra atau lebih. Asumsinya karya sastra tertentu merupakan bentuk tanggapan atau transformasi terhadap karya sastra sebelumnya. Dengan pendekatan intertekstualitas, misalnya dipahami novel Burung-burung Manyar karya Y.B.Mangunwijaya sebagai tanggapan pengarang atas novel LayarTerkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana. Hal ini karena ada persamaan bagian cerita (motif cerita) dan karakter tokoh pada kedua karya sastra tersebut, yaitu yang berkaitan dengan gambaran karakter Tuti dan Larasati sebagai tokoh emansipatoris. Demikian juga secara intertekstual dapat dikaji dan dipahami novel Arjuna Mencari Cinta karya Yudhistira Ardi Nugraha sebagai tanggapan (resepsi) dari cerita wayang, khususnya Mahabharata yang menceritakan kehidupan keluarga Pandawa karena nama tokoh-tokoh dalam novel Yudhistira tersebut sama dengan nama tokoh-tokoh wayang. Dari ketiga jenis resepsi sastra tersebut, yang paling dekat hubungannya dengan psikologi sastra adalah jenis yang pertama. Dalam resepsi sastra jenis pertama, resepsi eksperimental aspek psikologi pembaca akan tampak terlihat misalnya ketika kita akan mengungkapkan kesan dan sikap pembaca terhadap karya sastra yang dihadapinya. Namun, resepsi ekspereimental juga mengungkap aspek lain, di samping psikologi pembaca. Konteks sosial budaya yang dimiliki pembaca, serta gudang bacaan sebelumnya yang telah dimiliki pembaca juga akan memiliki pengaruh dalam resepsi pembaca. Lebihlebih ketika kajian resepsi pembaca eksperimental ini juga melihatkan sebuah komunitas pembaca. Ada sejumlah faktor lain yang akan berpengaruh, di luar aspek psikologis pembaca (Wiyatmi 2011:69).

2.3. Daya Psikis Keras dan Lunak
Resepsi pembaca secara psikologis pasti akan terjadi, di bandingkan resepsi yang lain.penerimaan nilai sastra biasanya justru berasal dari aspek psikologis.Dengan modal kejiwaan, karya sastra akan meresap secara halus dalam diri pembaca.Oleh sebab itu pembaca yang bagus tentu mampu mempelajari aspek-aspek pentng dalam sastra. Nilai-nilai dalam sastra yang mampu membentuk sikap dan perilaku. Akan di internalisasikan dalam diri pembaca.
Sastra dalam koteks pembaca akan berpengaruh cepat dan lambat. Pengaruh cepat merupakan daya keras, spektakuler dan menantang sehingga pembaca spontan berubah sikap dan wataknya. Mungkin pula pembaca akan menirukan gerakan-gerakan , siulan-siulan, dan model-model yang di tawarkan dalam sastra. Sebaliknya, sastra juga dapat secara lambat menyerukan daya tertentu, tetapi tetap pasti. Meskipun daya serap pembaca lunak,lembut namun tetap pengaruh sastra semacam sastra semacam ini sering sulit hilang (nabet).
Cukup unik jika sastra telah tersuguh di hadapan pembaca. Konsep holland( wright,1991:149) menyebutkan bahwa ada kemungkinan terjadi “kolusi” estetis antara pengarang dengan pembaca. Ekspresi yang amat rahasia biasanya di simpan halus oleh pengarang. Dalam suasana itu, jika terjadi kolusi, pembaca dapat memprotes apa saja yang tergambar dalam sastra. Yang menrik di simak lagi adalah kategori pembaca yang sebaliknya, yaitu sekadar ingin reaksi jiwa pada waktu membaca sastra. Kalusi dapat terjai baik sastra dalam ranah rekreatif, maupun tujuan lain.
Untuk memahami bagaimana resepsi psikis dapat terjadi dalam proses komunikasi sastra, dapat di cermati gagasan holland (1968) dan lesser (1989) yang secara tegas mengemukakan masalah resepsi sastra secara psikologis. Wawasan dia, resepsi sastra secara psikis menjadi wilayah psikoanalisis. Pertama-tama. Holland menempatkan sastra segai sebuah pengalaman (bukan sebagai bentk komunikasih, sebagai bentuk ekspresi, atau sebagai bentuk karya sen). Pokok perhatianya adalah pengalaman pembaca yang di pengaruhi jiwa sastra. Akibatnya, dapat terjadi jiwa pembaca juga terpengaruh jiwa sastra. Menurut dia, semua karya sastra mentransformasikan fantasi- fantasi tak sadar (menurut psikoanalisis) kepada makna-makna kesadaran yang dapat di temukan dalam interpretasi konvensional . jadi, makna psikoanalisis harus di cari karena tingkatan makna lain hanyalah manifestasi historis atau sosial. Gagasan ini memang bukan hal baru, karena sebelumnya freud telah banyak berkomentar tentang psikoanalisis.
2.4. Resepsi dan Kebebasan Tafsir Psikologis
Resepsi adalah penerimaan. Penerimaan sastra oleh pembaca bisa berbeda-beda tafsirnya. Sastra ibarat sebuah surat berharga yang di alamatkan kepeda penerima pesan. Namun, dalam sastra ada sejumlah kode-kode psikologis yang bisa memunculkan persepsi lain. Perbedaan inilah yang menuntut kebebasan tafsir. Tafsir yang beragam dan plural, akan memperkaya pesan. Tafsir psikologis akan membangkitkan imajinasi yang berharga . pembaca bebas main imajinasi. Dari situ pula bebas menciptakan dunianya.
Sastra setelah lepas dari tangan penulis menjadi hak banyak orang, termasuk pembaca. Aspek psikis penulis, mungkin bisa di terima berbeda oleh pembaca. Pembaca sering erimajinasi lain ketika menyikapi karya sastra. Ondisi kejiwaan pembaca juga sering kali mmpengaruhi daya kritisnya. Bacaan sastra yang sulit, sering berpengruh pada efek pembaca. Dalam proses resepsi serupa, saya setuju dengan gagasan jauns (newton, 1994:148) bahwa karya satra ada hanya jika telah di ciptakan kembali (di konkretkan). Istilah “di konkretkan” adalah hak pembaca. Pembaca boleh berbuat apa saja, menganalogikan. Bacaan dengan dirinya, boleh menangis, boleh marah dan seterusnya. Proses konkreatisasi itu sebenarnya proses psikologis.
2.5. Eksperimental Estetik Pembaca Sastra
1. reaksi evaluatif pembaca
Pembaca akan bereaksi setelah bersentuhan dengan sastra setelah membaca, psikisnya telah terpenuhi berbagai butir reaksi. Reaksi bisa ke arah konstruktif dan destruktiftegasnya, pada saat reaksi itu dilakukan, evaluasi teks akan terjadi. Evaluasi subjektif maupun objektif bisa di lakukan. Semua tergantung daya rangsang psikis dalam dalam teks sastra. Untuk mempertajam penelitian psikologi resepsi, sekali lagi konsep segera tetap menjadi acuan. Esai-esai tebal dia cukup di jadikan pijakan penelitian psikologi resepsi. Dalam buku evaluasi teks sastra, segera (sayuti 20072-82) dengan serius membahas evaluasi teks sastra secara psikologis. Paparan dia boleh di katakan akan membantu pemahaman psikologi sastra yang terkait dengan pembaca. Dalam kaitan ini, pembaca adalah bagian dari komunikasi sastra yang tidak bisa di tiadakan. Tanpa pembaca, secara psikologi, sastra kehilangan peminat.
Selanjutnya, dijelaskan bahwa psikologi sastra meliputi bidang penelitian yanag luas, hanya ada sebagian yang memiliki relevnsi dngan penelitian dengan penelitian resepsi sastra secara langsung yakni penelitian psikologis yang berkenan dengan pertanyaan apakah reaksi interpreatif dan reaksi evluatif pembaca terhadap teks sastra dapat di selidiki. Pertanyaan ini memeberikan penegasan bahwa peneliti psikologi sastra akan merunut dua hal dalam resepsi, yaitu (a) reaksi pembaca, dan (b) evaluasi pembaca. Pembaca dapat menginterpretasi teks sastra sesuka hati. Mereka bebas berkomentar, yang penting masuk akal.
2.6. Interpretasi Novel Hujan Bulan Juni
Secara teori terdapat hubungan antara karya dengan psikologi pembaca. Bagaimana seorang pembaca memfokuskan interprestasinya pada karya sastra, secara tidak sadar mereka akan mengalami berbagai situasi kejiwaan. Yang menjadi objek kajian dalam psikologi pembaca adalah pembaca yang secara nyata membaca, menghayati, dan menginterprestasikan karya sastra. Maka sebagai manusia yang memiliki aspek kejiwaan maka ketika membaca, menghayati, dan menginterprestasikan karya sastra yang dibacanya, pembaca akan mengadakan interaksi dan dialog dengan karya sastra yang dibacanya. Karena memiliki jiwa dengan berbagai rupa emosi dan rasa, maka ketika membaca sebuah novel atau menonton sebuah pementasan drama, kita ikut bersedih, gembira, jengkel, bahkan juga menangis karena tersentuh oleh pengalaman tokoh-tokoh fiktif.
Dari novel “Hujan Bulan Juni” seorang pembaca dapat merasakan apa yang sedang dialami oleh tokoh-tokoh dalam cerita tersebut terutama pada Sarwono, mengapa dia tidak secara terang-terangan mengatakan memiliki rasa cinta kepada Pingkan, padahal keduannya memiliki rasa yang sama pula, hal ini membuat pembaca sangat merasa emosional dan berharap ceritanya akan seperti itu. Seperti kutipan dibawah ini:
P: sebenarnya apa maumu?
S: mau ku? Apa?
P: lha iya, sebenarnya apa maumu?
S: kamu dong yang bilang dulu apa maumu?
P: kamu kan pinter, kesayangannya Pak Rambut.
S: kamu kan pinternya pinter, mau sekolah ke Jepang.
P: senang ya mau aku tinggal pergi................................
S: apa lagi tugas ku kalau nggak menciummu?
P: cilakak. Kemarin sepupu ku bilang, kalau kamu dicium Buto Galak dari Jawa itu, nanti anankmu disuruh salat lho.
S: daripada nuggu anak kita lahir, kamu aja yang ikut salat mau?
P: no way.................................
S: kamu kok nggak pernah nannya ke aku, kamu ini cinta aku apa endak sih?
P: kok disuruh-suruh. Gak usah disuruh juga sudah nanya tadi?
S: kapan?
P: kamu tadi ndak denger ya? Waktu kamu salat tadi. Kamu gak denger? Pasti kamu denger, Cuma pura-pura ga denger.
S: lha kalu tadi aku denger, berati shalatku ga khusuk.
Kutipan : HBJ Bab II hal 40-42
Dari kutipan di atas seorang pembaca sangat merasa emosioanal, sebab mereka hanya bermain kata-kata saja padahal sama-sama membuka hati kenapa tidak ada ucapan yang serius untuk saling mencintai, mungkin juga karena kedua tokoh ini yang berbeda kayakinan membuat mereka harus berpikir panjang tentang bagaimana sikap memutuskan hal itu.
Dalam novel ini novel “Hujan Bulan Juni” seolah-olah pembaca berperan sebagai Sarwono dan ikut merasakan apa yang di alami oleh Sarwono, seperti saat Sarwono merasa cemas karena Pingkan akan pergi ke jepang dengan lingkungan orang yang di khawatirkan akan selalu mengganggu Pingkan di sana, ia adalah Sontoloyo yang namanya Katsuo.
Kutipan : “Seakan-akan mereka ia merasa aman pingkan pergi ke Jepang. Namun, sebenarnya yang menjadikanya agak resah adalah manusia Jepang yang satunya lagi, si Sontoloyo yang namannya Katsuo itu, yang ketika mahasiswa sangat populer antara lain karena suka mentraktir kawan-kawanya” HBJ BAB II hal 98.
Peran Sarwono dalam novel “Hujan Bulan Juni” benar-benar membuat pembaca merasakan apa yang sedang Sarwono rasakan, seperti dalam hal 120 BAB III, Sarwono sedang mengalami sakit tapi sakitnya ini bukan karena ia kecapek,an oleh tugas-tugas yang diberikan oleh kaprodinya tetapi pembaca lebih menginterpretasikannya dalam kerinduanya dengan Pingkan yang sedang berada di Jepang. Sarwono juga sering bermimpi sebuah kisah Matindas dan putri Pingkan, namun ia tak berani melanjutkan mimpi-mimpinya itu karena takut kalau ada mimpi yang berjudul “Gugurnya Matindas”. Pembaca juga manfsirkan bagaimana tokoh Sarwono ini merasa bingung bercampur dengan cemas, cemas karena Pingkan di Jepang bersama dengan seorang laki-laki yang tidak di sukainya yaitu Katsuo.
Dalam akhir cerita perasaan pembaca sangat tegang sekali seolah-olah ikut merasakan kecemasan yang di alami oleh Pingkan, karena lelaki yang di cintainya itu sedang tergelatak di rumah sakit karena menderita flek di paru-paru.
Kutipan: “Pingkan, Sarwono memberikan koran ini, katannya agar segera diserahkan kepada kamu”
Sangat hati-hati Pingkan membuka lipatan itu dan segera dilihatnya tiga buah sajak pendek di salah satu sudut halamannya.
Demikian maka Surat Takdir pun di baca berulang kali tanpa ada yang mampu mendengarnya”. HBJ BAB V hal 130
Tiga Sajak Kecil
/I/
Bayang-bayang hanya berupa berhak setia
Menyusur partitur ganjil
Suarannya angin tumbang
Agar bisa berpisah
Tumbuh ke tanah
Jiwa ke angkasa
Bayang-bayang ke sebermula
Suaramu lorong kosong
Sepanjang kenanganku
Sepi itu, mata air itu
Diammu ruang lapang
Seluas angan-anganku
Luka itu, mutiara itu
/II/
Di jantungku
Sayup terdengar
Debarmu hening
Di langit-langit
Tempurung kepala ku
Terbit silau
Cahayamu
Dalam intiku
Kau terbenam
/III/
Kita tak akan pernah bertemu
Aku dalam dirimu
Tiadakah pilihan
Kecuali disitu?
Kau terpencil dalam diriku
Pandangan Pembaca Secara Umum:
Hujan Bulan Juni sebenarnya memiliki potensi menjadi novel yang menarik jika digarap dengan baik dan mendalam. Novel ini mengisahkan hubungan cinta dua orang dosen yang berbeda suku dan agama, yaitu Jawa dan Menado. Ada kisah tentang kehidupan di Universitas dan konsekuensi yang timbul dari interaksi antara orang-orang yang berbeda budaya dan agama. Ketika hubungan semakin serius, masing-masing pihak harus memutuskan, apakah akan mengikuti agama pasangannya atau bertahan pada agama masing-masing? Bagaimana menghadapi pihak keluarga besar yang tidak menyetujui keputusan tersebut? Apakah keduanya sanggup menghadapi lingkungan keluarga dan masyarakat yang tidak bersahabat dengan keputusan mereka?
Selain hal tersebut, sebenarnya dalam novel ini dapat digambarkan pula bagaimana perbedaan budaya antar suku di Indonesia menghasilkan karakter yang berbeda pada masing-masing individu suku tersebut serta interaksi yang dihasilkan dari hubungan antar suku tersebut. Pembaca merasa bahwa novel ini memiliki cerita yang tanggung dan membuat pembaca harus menafsirkan sendiri bagaimana akhir ceritannya, padahal pembaca sangat menunggu bagaimana ke dua pasangan itu memutuskan hubungannya sangat menarik memang jika ada dua insan yang berbeda suku dan agama saling mencantai dan bingung dengan jalan keluar dari cinta tersebut. Pada intinnya pembaca sangat mendalami dari tokoh Sarwono, dosen muda yang mengajar di Fakultas Fisip jurusan Antropologi yang sedang menjalin asmara dengan salah satu dosen muda di Prodi Bahasa Jepang yang bernama Pingkan, ia selalu merasa cemas, galau, ketakutan, dan tentunya cemburuan dengan salah satu dosen dari Jepang yang bernama Katsuo.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Psikologi pembaca merupakan salah satu jenis kajian psikologi sastra yang memfokuskan pada pembaca, yang ketika membaca dan menginterpretasikan karya sastra mengalami berbagai situasi kejiwaan. Yang menjadi objek kajian dalam psikologi pembaca adalah pembaca yang secara nyata membaca, menghayati, dan menginterpretasikan karya sastra. Sebagai manusia yang memiliki aspek kejiwaan, maka ketika membaca, menghayati, dan menginterpretasikan karya sastra yang dibacanya, pembaca akan mengadakan interaksi dan dialog dengan karya sastra yang dibacanya. Novel Hujan Bulan Juni memberi pandangan sendiri bagi setiap pembacanya, yang mana seorang pembaca dapat menginterpretasikan emosinya secara sendiri-sendiri, dalam analisis ini pembaca lebih merasakan bagaiamana watak tokoh Sarwono dan Pingkan, dua tokoh yang memadu kasih sayang. Mereka terus berusaha mengukuhkan cinta di tengah usikan berbagai masalah perbedaan tradisi antar keluarga keduanya dan kenyataan bahwa Pingkan harus melanjutkan studinya di Jepang sementara Sarwono tinggal di Jakarta. Sarwono dari suku Jawa sedangkan Pingkan masih tak tahu pasti antara dia suku Jawa atau Manado.
3.2. Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan memiliki kekurangan, baik dari segi teori tentang psikologi, kajian atau pembahasan serta kata-kata yang digunakan didalamnya. Penulis mengaharapkan sebuah kritikan yang bersifat membangun agar kajian ini tidak terhenti sampai di sini.
DAFTAR PUSTAKA

Komentar

Postingan populer dari blog ini