MAKALAH BAHASA INDONESIA : Analisis Psikologi Karya Sastra Pada Cerpen Sepatu Hitam Karya Asmudji As Muchtar
Analisis
Psikologi
Karya
Sastra Pada Cerpen
Sepatu Hitam Karya Asmudji As Muchtar
Mata Kuliah : Psikologi Sastra
Dosen Pembimbing : M. Bayu Firmansyah, M.Pd
Kelompok 2 :
Dian Agustin Soliha (15188201080)
Yuli Astutik (15188201072)
Durrotul Muflikha (15188201081)
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
PGRI Pasuruan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT,atas limpahan berkah rahmat
serta hidayahnyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
waktu yang tepat. Makalah ini berisi tentang “Analisis Psikologi Karya
Sastra Pada Cerpen Sepatu Hitam Karya Asmudji As Muchtar”. Tujuan kami
menulis makalah ini yang utama untuk memenuhi tugas dari dosen pembimbing
kami yaitu M. Bayu Firmansyah Mp.d. dalam mata kuliah Psikologi Sastra.
Kami pun mengucapkan permohonan maaf yang sebesar besarnya apabila dalam
penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan oleh karena itu saran dan
kritik yang bersifat konstrutif tetap kami harapkan untuk kesempurnaan
makalah ini di masa yang akan datang. Semoga Allah swt senantiasa
melimpahkan rahmatnya kepada kita semua di dalam menjalankan setiap
aktifitas dan apa yang kami sajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Atas arahan dan bantuan dari semua pihak kami mengucapkan terima kasih,
Semoga dapat balasan berupa imbalan yang setimpal dari Allah Swt. Amin.
Pasuruan, Desember 2017
DAFTAR ISI
Kata pengantar
....................................................................................................
i
Daftar isi ............................................................................................................. ii
Bab I Pendahuluan ............................................................................................. 1
1.1. Latar belakang................................................................................ 1
1.2. Rumusan masalah............................................................................ 2
1.3. Tujuan Penulisan............................................................................. 3
Bab II Pembahasan.............................................................................................. 4
2.1. pengertian dan ruang lingkup psiukologi karya sastra..................... 4
2.2. Sinopsis cerpen Sepatu Hitam karya Asmadji As Muchtar......... 5
2.3. Gangguan Kejiwaan yang dialami Tokoh Ningsih dalam Cerpen
Sepatu Hitam karya Asmadji As Muchtar....................................... 5
2.4. penyebab terjadinya gangguan kejiwaan yang dialami tokoh Ningsih 7
2.5. dampak gangguan kejiwaan pada pola kehidupan Ningsih pasca
mengalami gangguan....................................................................... 8
Bab III Penutup................................................................................................. 9
3.1. Kesimpulan....................................................................................... 9
3.2. Saran ...............................................................................................
Daftar Pustaka ....................................................................................................
Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia analisis psikologi sastra pada umumnya lebih lambat
perkembangannya dibandingkan dengan sosiologi sastra. Beberapa indikator
penyebabnya antaralain (1) psikologi sastra seolah-olah hanya berkaitan
dengan manusia sebagai individu. Kurang memberikan pengaruh sehingga
analisis dianggap sempit. (2) dikaitkan dengan tradisi intelektual teori
psikologi sangat terbatas. Sehingga para sarjana sastra kurang memiliki
pemahaman terhadap bidang psikologi sastra ( Ratna. 2010: 341).
Terkait dengan hal diatas karya sastra itu sendiri sebenarnya mengandung
aspek-aspek kejiwaan yang kaya. Yang perlu dikembangkan secara lebih
serius. Untuk itu seorang calon sarjana bahkan seorang sarjana harus
mengerti tata cara yang harus dilakukan dalam memahami hubungannya sastra
dengan psikologi. Dalam tulisan ini kami akan mengupas tentang hal tersebut
dalam makalah yang berjudul Tinjauan Psikologi Sastra pada Cerpen Sepatu
hitam Melalui Analisis Tokoh Ningsi.
Sesuai dengan hakikatnya pada dasarnya karya sastra memberikan pemahaman
terhadap masyarakat secara tidak langsung. Melalui pemahaman terhadap
tokoh-tokohnya. Misalnya masyarakat dapat memahami perubahan kontradiksi.
Dan penyimpangan-penyoimpangan lain yang terjadi dalam masyarakat.
Khususnya dalam kaitannya dengan kejiwaan (Ratna.2010: 342). Kaitannya
dengan hal tersebut analisis tokoh-tokoh inilah yang menjadi konsentrasi
dalam analisis psikologi sastra.
Dalam memahami aspek kejiwaan dalam sastra sebenarnya dapat dilakukan
melalui cara berikut (1) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai
penulis. (2) memahami unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksi dalam karya sastra.
(3) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca (Ratna. 2010: 343). Dalam makalah
ini, kami hanya mengupas point (2) sebagai fokus pembahasan, hal ini
mengimgat kedalam analisis apabila semua unsur dikupas. Disamping itu juga
mengingat keterbatasan referensi dan pengalaman kami.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah pengertian dan ruang lingkup psiukologi karya sastra?
1.2.2 Bagaimana sinopsis cerita Sepatu Hitam Karya Asmaji As Muchtar?
1.2.3 Bagaimanakah Gangguan Kejiwaan yang dialami Tokoh Ningsih dalam
Cerpen Sepatu Hitam karya Asmadji As Muchtar?
1.2.4 Bagaimanakah penyebab terjadinya ganguan kejiwaan yang dialami
Ningsih?
1.2.5 Bagaimanakah dampak yang ditimbulakan dari gangguan kejiwaan yang
dialami Ningsih?.
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mendeskripsikan pengertian dan ruang lingkup psikologi karya
sastra?
1.3.2 Untuk mendeskripsikan sinopsis cerita Sepatu Hitam Karya Asmaji As
Muchtar?
1.3.3 Untuk mendeskripsikan Gangguan Kejiwaan yang dialami Tokoh Ningsih
dalam Cerpen Sepatu Hitam karya Asmadji As Muchtar?
1.3.4 Untuk mendeskripsikan penyebab terjadinya ganguan kejiwaan yang
dialami Ningsih?
1.3.5 Untuk mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan dari gangguan kejiwaan
yang dialami Ningsih?.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 pengertian dan ruang lingkup psiukologi karya sastra
Dengan memfokuskan pada karya sastra, terutama fakta cerita dalam sebuah
fiksi atau drama, psikologi karya sastra mengkaji tipe dan hukum-hukum
psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Untuk melakukan kajian ini,
ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, melalui pemahaman teori-teori
psikologi, kemudian diadakan analisis terhadap karya sastra. Kedua, dengan
terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian,
kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk
melakukan analisis karya sastra (Ratna, 2004:344).
Jika cara pertama yang dipilih, maka karya sastra cenderung ditempatkan
sebagai gejala sekunder, karena karya sastra dianggap sebagai gejala yang
pasif atau semata-mata sebagai objek untuk mengaplikasikan teori. Kalau
cara kedua yang dipilih, maka kita menempatkan karya sastra sebagai gejala
yang dinamis. Karya sastralah yang menentukan teori, bukan sebaliknya.
Untuk menentukan teori psikologi yang relevan untuk karya sastra tertentu,
pada dasarnya sudah terjadi dialog, yang melaluinya akan terungkap berbagai
problematika yang terkandung dalam objek (Ratna, 2004:344).
Dalam analisis kejiwaan tokoh ningsih disini kami memilih cara yang
pertama, maka dengan bekal teori psikologi abnormal, dicarilah karya sastra
yang di dalamnya menceritakan tokoh yang mengalami kasus penyimpangan
kejiwaan
Psikologi abnormal adalah salah satu ilmu psikologi yang menyelidiki dan
mengadakan klasifikasi terhadap kelainan, gangguan, hambatan fisik maupun
psikis serta merumuskan untuk mengatasinya. Secara sederhana perilaku
abnormal dimaknakan sebagai tidak adanya atau kurang dalam kesehatan
mental. Penggolongan gangguan-gangguan tersebut diantaranya gangguan
kecemasan yang meliputi gangguan kecemasan umum, kecemasan neurotik, fobia,
dan obsesif kompulsif. Selanjutnya gangguan kepribadian yang meliputi
gangguan kepribadian umum, paranoid, skizotipe, histrionik, dan narsistik.
Berdasarkan hal tersebut psikologi abnormal dapat digunakan untuk
mengetahui tingkah laku abnormal yang dialami tokoh-tokoh dalam kumpulan
cerpen Cerita Pendek Tentang Cerita Cinta Pendek.
2.2 Sinopsis cerpen Sepatu Hitam karya Asmadji As Muchtar
Ningsih adalah seorang gadis sebatang kara. Saat usianya baru 4 tahun ia
harus menyaksikan Ayah dan Ibunya tewas akibat peristiwa mengerikan yang
terjadi selama Oktober 1965. Ayah Ibunya dibantai oleh orang-orang
bersepatu hitam, dengan dalih pemberantasan antek-antek PKI. Padahal
kenyataanya orang tua Ningsih hanyalah seorang petani buta huruf, ia
terserempet dengan PKI hanya karena pernah menghadiri pelantikan pengurus
ranting PKI. Hanya sekedar menghadiri bukan menjadi anggota. Sejak orang
tuanya meninggal ia hidup bersama Neneknya, namun saat usianya menginjak
remaja neneknya wafat, kemudian ia bertahan hidup sebatang kara dalam
bayang-bayang peristiwa pembantaian Ayah Ibunya dengan menyewakan sawah
warisan.
2.3 Gangguan Kejiwaan yang dialami Tokoh Ningsih dalam Cerpen Sepatu Hitam
karya Asmadji As Muchtar?
Gangguan kejiwaan beragam macamnya, ada yang sederhana, hingga yang kronis.
Gangguan kejiwaan adalah sesuatu hal psikis yang menyebabkan proses
kelangsungan hidup manusia tidak berjalan semestinya, atau terjadi
ketidakseimbangan jiwa yang mengakibatkan ketidaknormalan sikap tingkah
laku manusia. Gangguan kejiwaan banyak macamnya, untuk itu, hal pertama
yang kami sampaikan di sini adalah apa saja gangguan kejiwaan yang di alami
tokoh Ningsih.
Ningsih adalah seorang gadis sebatang kara. Saat usianya baru 4 tahun ia
harus menyaksikan Ayah dan Ibunya tewas akibat peristiwa mengerikan yang
terjadi selama Oktober 1965. Ayah Ibunya dibantai oleh orang-orang
bersepatu hitam, dengan dalih pemberantasan antek-antek PKI. Padahal
kenyataanya orang tua Ningsih hanyalah seorang petani buta huruf, ia
terserempet dengan PKI hanya karena pernah menghadiri pelantikan pengurus
ranting PKI. Hanya sekedar menghadiri bukan menjadi anggota. Sejak orang
tuanya meninggal ia hidup bersama Neneknya, namun saat usianya menginjak
remaja neneknya wafat, kemudian ia bertahan hidup sebatang kara dalam
bayang-bayang peristiwa pembantaian Ayah Ibunya dengan menyewakan sawah
warisan.
Dari peristiwa-peristiwa tersebut terdapat gangguan kejiwaan yang dialami
oleh Ningsih. Pertama trauma serta sakit ingatan kronis. Trauma dapat
dialami oleh siapa saja, apalagi jika sesorang pernah mengalami peristiwa
yang dahsyat dan tidak menyenangkan. Akibat yang ditimbulkan dari peristiwa
tersebut akan berdampak pada trauma seseorang terhadap peristiwa atau
kejidan tertentu. Sehingga jika seseorang mengalami peristiwa itu kembali,
atau paling tidak bersinggungan pada hal-hal yang mendukung peristiwa
tersebut akan menggangu kondisi kejiwaan seseorang, ia akan ketakutan
bahkan menggoncang jiwanya (mengalami traumatis). Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, trauma adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak
normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cidera jasmani.
1.Trauma
Kondisi trauma Ningsih dapat kita lihat pada kutipan berikut ini:
Tak mungkin Ningsih melupakan peristiwa-peristiwa mengerikan yang terjadi
selama Oktober 1965. Saat itu, Ningsih masih kecil, baru berumur 4 Tahun,
tapi sudah menyaksikan ayah ibunya dibantai karena dituduh antek Partai
Komunis Indonesia(PKI). ...... .
Semua tetangga, yang sebaya dengan Ningsih, juga sama-sama mengidap trauma,
selalu tercekam kenangan mengerikan, karena ayah ibu mereka juga dibantai
pada bulan Oktober 1965. Mereka hidup tak jauh berbeda dengan Ningsih.
Begitulah hidup dalam bayang-bayang kenangan mengerikan tentang pembantaian
ayah ibunyayang pernah disaksikanya, membuat Ningsih sakit ingatan kronis.
... (Muchtar, Sepatu Hitam)
Interpretasi:
Dari kutipan-kutipan di atas dapat diketahui bahwasanya Ningsih menderita
Trauma hingga menyebabkan sakit ingatan yang kronis. Sesuai dengan definisi
trauma, bahwasanya keadaan jiwa dan tingkah laku Ningsih (bukan hanya
Ningsih saja, bahkan tetangga sebayanya juga) tidak normal karena tekanan
jiwa yang dialaminya akibat peristiwa dahsyat (menyaksikan pembantaian ayah
dan ibu).
2. Fobia
Gangguan kejiwaan lainya adalah fobia, fobia dalam KBBI adalah ketakutan
yang sangat berlebihan terhadap benda atau keadaan tertentu yang dapat
mengahmbat kehidupan penderitanya. Fobia Ningsih ini dapat kita lihat pada
kutipan berikut ini ketika ia didatangi panitia Pemilu Desa yang mengenakan
sepatu hitam:
Dengan menggigil ketakutan, Ningsih menggelengkan kepala. Matanya nanar
memandangi sepatu hitam yang dipakai panitia Pemilu itu. Sekilas
bayang-bayang kenangan mengerikan itu mencekam hati Ningsih. ... (Muchtar,
Sepatu Hitam)
Interpretasi:
Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa ningsih mengalami phobia terhadap
orang bersepatu hitam, ia ketakutan melihatnya, sehingga membuat dirinya
teringat tentang peristiwa mengerikan itu (pembantaian ayah ibunya).
2.4 penyebab terjadinya gangguan kejiwaan yang dialami tokoh Ningsih
Ganguan jiwa yang menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan hidup manusia
tentu mempunyai sebab, dalam hal ini masalah selanjutanya yang akan dibahas
adalah penyebab terjadinya gangguan kejiwaan yang dialami tokoh Ningsih.
Dari analisa di atas Ningsih menderiata trauma dan fobia.
Penyebab trauma
Pertama trauma, seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa trauma ini
akibat dari peristiwa dahsyat yang dialami seseorang, sehingga ketika
bersinggungan dengan hal-hal tersebut jiwanya akan terganggu. Dalam hal ini
penyebab trauma Ningsih adalah; ia menyaksikaan secara langsung peristiwa
pembantaian orang tuanya. Perhatikan kutipan berikut ini:
Malam itu di teras depan, Ningsih yang dibopong neneknya begitu jelas
menyaksikan kasus pembantaian ayah-ibunya di halaman rumah. Di bawah remang
bulan, Ayah Ibunya dipancung dengan pedang. Kepala ayah dan ibunya
terpenggal, jatuh di atas tanah, sebelum kemudian tubuh-tubuh yang tanpa
kepala itu ambruk bersimbah darah (Muchtar, Sepatu Hitam).
Interpretasi:
Dari kutipan diatas menunjukan bahwasanya Ningsih menyaksikan peristiwa
dahsyat pembantaian ayah dan ibunya, walaupun pada saat itu usianya baru
4(empat) tahun tetapi justru hal itu sangat membekas di ingatnya, sehingga
mengganggu keseimbangan hidup Ningsih hingga dewasa.
Penyebab fobia
Gangguan selanjutnya yaitu fobia, Ningsih fobia terhadap sepatu hitam,
penyebab fobia yang dialami Ningsih karena ia menyaksikan orang-orang yang
membantai Ayah Ibunya mengunakan sepatu hitam. Perhatikan kutipan berikut
ini:
Tanpa bicara lagi, orang-orang bersepatu hitam itu kemudian menggelandang
ayah dan ibunya menuju ke halaman depan. ... (Muctar, Sepatu Hitam)
Dari kutipan diatas dapat dihubungkan bahwasanya Ningsih menderita fobia
karena orang-orang bersepatu hitam lah yang telah membunuh Ayah Ibunya,
sehingga jika ia bertemu dengan orang-orang yang bersepatu hitam akan
mengingatkannya pada peristiwa pembantaian itu. Hal itu juga yang
menyebabkan trauma yang akut pada Ningsih.
Penyebab fobia paling banyak adalah peristiwa traumatis, terutama yang
terjadi di masa kecil. Pada masa kecil pikiran logis kita belum berkembang,
jadi banyak kejadian yang kita tanggapi secara emosional sampai menimbulkan
trauma dan kemudian muncul sebagai fobia (www.hypnosis45.com/fobia.html).
Interpretasi:
Dari uraian tentang penyebab fobia ini dapat disimpulkan bahwasanya erat
kaitanya fobia dengan trauma, dalam artian traumatis akibat peristiwa pada
masa kecil Ningsih (menyaksikan Ayah Ibunya dibantai oleh orang-orang
bersepatu hitam) mengakibatkan Ningsih mengalami fobia terhadap orang
bersepatu hitam. Semua itu dari manifestasi emosional akibat peristiwa
dahsyat di masa kecil.
2.5 dampak gangguan kejiwaan pada pola kehidupan Ningsih pasca mengalami
gangguan tersebut.
Gangguan kejiwaan ini tentu mempunyai dampak yang signifikan terhadap
seseorang. Untuk itu hal terakhir yang akan saya bahas adalah tentang
dampak gangguan kejiwaan pada pola hidup manusia, dalam hal ini pola
kehidupan Ningsih pasca mengalami gangguan tersebut.
Sejak mengalami peristiwa dahsyat itu kehidupan Ningsih tidak tenang, ia
sering ketakutan, wajahnya pucat, tubuhnya menggigil, sakit ingatan, tiap
kali melihat orang bersepatu hitam (ia mengalami traumatis yang
mengakibtkanya fobia). Bahkan sejak kecil ia harus meninggalkan bangku
sekolah karena takut dengan guru-guruya yang bersepatu hitam. Selain itu ia
tidak bisa menjalankan kwajibanya sebagai warga negara (mengikuti Pemilu)
karena takut terhadap panitia Pemilu yang bersepatu hitam. Bahkan oleh
panitia Pemilu Ningsih dianggapnya tidak waras.
Interpretasi:
Gangguan kejiwaan itu nyata-nyata menggangu proses kelangsungan hidup
Ningsih sehingga tidak berjalan semestinya, atau terjadi ketidakseimbangan
jiwa yang mengakibatkan ketidaknormalan sikap tingkah lakunya.
Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulakan bahwa Ningsih menderita
Traumatis sehingga menjadikan dirinya fobia terhadap orang bersepatu hitam.
Semua itu akibat Ningsing menyaksikan peristiwa pembantaian orang tuanya
yang dianggap antek PKI. Sangat nyata bahwa gangguan psikis Ningsih sangat
menyulitkan kelangsungan hidupnya.
Jadi ketidak normalan pada kejiwaan Ninggi dalam cerpen sepatu hitam karya
Asmudji As Muchtar disebabkan karena trauma dan fobia yang alamanyinya
setelah pembantraian kedua orang tuanya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan memfokuskan pada karya sastra, terutama fakta cerita dalam sebuah
fiksi atau drama, psikologi karya sastra mengkaji tipe dan hukum-hukum
psikologi yang diterapkan pada karya sastra.
Psikologi abnormal adalah salah satu ilmu psikologi yang menyelidiki dan
mengadakan klasifikasi terhadap kelainan, gangguan, hambatan fisik maupun
psikis serta merumuskan untuk mengatasinya. Secara sederhana perilaku
abnormal dimaknakan sebagai tidak adanya atau kurang dalam kesehatan
mental. Penggolongan gangguan-gangguan tersebut diantaranya gangguan
kecemasan yang meliputi gangguan kecemasan umum, kecemasan neurotik, fobia,
dan obsesif kompulsif. Selanjutnya gangguan kepribadian yang meliputi
gangguan kepribadian umum, paranoid, skizotipe, histrionik, dan narsistik.
Berdasarkan hal tersebut psikologi abnormal dapat digunakan untuk
mengetahui tingkah laku abnormal yang dialami tokoh-tokoh dalam kumpulan
cerpen Cerita Pendek Tentang Cerita Cinta Pendek.
3.2 saran
Dengan adanya analisis karya pada cerpen Sepatu Hitam karya Asmudji As
Muchtar ini diharapkan mahasisiwa lebih memahami dan mencoba menganalisis
karya-karya yang lain, tanpa mengalami kesulitan. Dalam analisis kejiwaan
tokoh ningsih disini kami memilih cara yang pertama, maka dengan bekal
teori psikologi abnormal, dicarilah karya sastra yang di dalamnya
menceritakan tokoh yang mengalami kasus penyimpangan kejiwaan
DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta:
Media Presindo.
Kompas, Cerpen. (2008). [On Line]
http://cerpenkompas.wordpress.com/2008/11/02/perempuan-sepatu-hitam/.
Diakses tanggal 18 Nopember 2011
Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori,
dam Contoh Kasus. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Pambudy, Ninuk Mardiana. 2009. SMOKOL: Cerpen Kompas Pilihan 2008. Jakarta:
PT Kompas Media Nusantara.
Wiyatmi. 2011. Psikologi Sastra Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Kanwa
Publisher.
LAMPIRAN
Sepatu Hitam
Oleh : DR Asmadji As Muchtar | Minggu, 28 April 2013 10:34 WIB
Tak mungkin Ningsih bisa melupakan peristiwa-peristiwa mengerikan yang
terjadi selama bulan Oktober 1965.
Saat itu, Ningsih masih kecil, baru berumur 4 tahun, tapi sudah menyaksikan
ayah ibunya dibantai karena dituduh sebagai antek PKI. Padahal, ayah ibunya
hanya petani buta huruf yang tak mengerti urusan politik. Ningsih juga
diajak neneknya melayat sejumlah tetangga yang tewas dibantai seperti ayah
ibunya. Seiiring dengan bertambahnya usiahya, bertambah pula pengetahuan
Ningsih mengenai latar belakang kasus pembantaian ayah dan ibunya serta
banyak warga desa, karena nenek yang mengasuhnya sering bercerita menjelang
tidur. Menurut cerita neneknya, ayah dan ibunya serta banyak warga desa
dibantai karena pernah ikut-ikutan menghadiri Acara Pelantikan Pengurus
Ranting Partai Komunis Indonesia (PKI) di rumah Pak Kades.
Ayah ibunya bukan anggota atau antek PKI, melainkan hanya petani kecil.
Ayah ibunya ikut-ikutan menghadiri acara di rumah Pak kades karena tergiur
iming-iming bakal menerima bantuan pupuk dari Pak Bupati. Dan saat itu
semua petani memang sedang membutuhkan pupuk untuk menyuburkan sawah
menjelang musim tanam.
***
Malam itu, di kamar depan Ningsih tidur bersama ayah ibunya, sedangkan
neneknya tidur di kamar belakang. Tiba-tiba pintu depan didobrak hingga
jebol. Lantas terdengar teriakan keras agar ayah ibunya keluar dari kamar
dan menyerah. Ayah ibunya sempat mengajak Ningsih bersembunyi di kolong
dipan, sebelum orang-orang bersepatu hitam menggeledah kamar depan yang
tidak berdaun pintu kecuali hanya tertutup kain kelambu itu. Tapi Ningsih
menangis ketika diajak bersembunyi di kolong dipan.
Mendengar suara tangisan Ningsih di kolong dipan, orang-orang bersepatu
hitam itu berteriak lagi: Cepat keluar dan menyerah!
Ayah ibunya kemudian keluar dari kolong ranjang. Ningsih dibiarkan
tergeletak di kolong dipan sambil menangis ketakutan. Lantas muncul
neneknya dan langsung membopongnya sambil ikut menangis ketakutan. Tubuh
neneknya menggigil saat menggendongnya.
Tanpa bicara lagi, orang-orang bersepatu hitam itu kemudian menggelandang
ayah dan ibunya menuju halaman depan. Sambil membopongnya, neneknya yang
menggigil ketakutan dan menangis bergegas melangkah ke teras depan, ingin
melihat apa yang bakal terjadi di halaman depan.
Malam itu, di teras depan, Ningsih yang dibopong neneknya begitu jelas
menyaksikan kasus pembantaian ayah ibunya di halaman rumah. Di bawah remang
cahaya bulan, Ayah ibunya dipancung dengan pedang. Kepala ayah dan ibunya
terpenggal, jatuh di atas tanah, sebelum kemudian tubuh-tubuh yang tanpa
kepala itu ambruk bersimbah darah.
Sambil membopongnya, neneknya lantas mendekati kedua sosok jenazah ayah
ibunya. Neneknya menangis dan meratap-ratap. Gusti Allah, salah apa rakyat
kecil ini, sehingga bernasib seperti ini?!
Orang-orang bersepatu hitam itu buru-buru pergi ke rumah sebelah untuk
melakukan pembantaian serupa. Mereka membiarkan neneknya dan Ningsih untuk
tetap hidup mungkin supaya bisa menyaksikan peristiwa pembantaian itu dan
mengenangnya sebagai tragedi mengerikan sepanjang hidupnya.
Begitulah, sejak saat itu, Ningsih dan neneknya hidup berdua dalam
bayang-bayang kenangan mengerikan. Setiap menjelang tidur, neneknya sering
bercerita bahwa pada malam-malam berikutnya setelah ayah ibunya dibantai
banyak warga desa yang dibantai juga padahal semuanya hanya petani kecil
yang tidak mengerti urusan politik. Semua dibantai hanya karena pernah
menghadiri acara di rumah Pak Kades karena tergiur iming-iming akan
menerima bantuan pupuk dari Pak Bupati.
Neneknya juga bercerita bahwa Pak Kades dan Pak Bupati juga dibantai karena
memang nyata-nyata menjadi anggota PKI. Bahkan, pembantaian juga terjadi di
kantor kecamatan, menjelang siang. Pak Camat bersama semua staf kantor
kecamatan dibantai karena semua memang anggota PKI.
***
Ketika Ningsih sudah menjadi gadis remaja yang manis, neneknya wafat.
Lantas Ningsih hidup sebatang kara, sendirian menghuni rumahnya. Ningsih
membiayai hidupnya dengan menyewakan sawah warisan. Biasanya, sawah warisan
itu disewa oleh seseorang selama setahun, selanjutnya diperpanjang lagi
setiap tahunnya.
Uang dari penyewaan sawah warisan tidak seberapa, sehingga membuat Ningsih
selalu mengirit biaya hidup agar tidak berhutang. Baginya, berhutang
dianggap tabu. Lebih baik mengirit biaya hidup daripada berhutang. Karena
itu, Ningsih sering berpuasa atau hanya makan sekali sehari.
Sebelum wafat, neneknya mengajak Ningsih untuk menggarap sawah. Menanam
palawija dan sayur-sayuran yang dijual sendiri di pasar terdekat. Namun
setelah neneknya wafat, Ningsih tidak berani menggarap sawah sendiri.
Setiap hari hanya tinggal di rumah.
Semua tetangga, yang sebaya dengan Ningsih, juga sama-sama mengidap trauma,
selalu tercekam kenangan mengerikan, karena ayah ibu mereka juga dibantai
pada bulan Oktober 1965. Mereka hidup tak jauh berbeda dengan Ningsih.
Begitulah. Hidup dalam bayang-bayang kenangan mengerikan tentang
pembantaian ayah ibunya yang pernah disaksikannya, membuat Ningsih sakit
ingatan kronis. Ingatannya sering berhenti pada kenangan mengerikan itu.
Tapi kadang Ningsih bisa sejenak melupakannya. Jika sedang tercekam
kenangan mengerikan itu, Ningsih sering menggigil dengan wajah pucat
seperti menderita demam flu yang berat.
Biasanya, Ningsih sangat tercekam kenangan mengerikan itu, tubuhnya jadi
menggigil dan wajahnya jadi pucat, setiap kali melihat orang bersepatu
hitam.
Suatu sore, ketika didatangi Petugas Sensus Penduduk yang bersepatu hitam,
Ningsih ketakutan. Bersembunyi di kolong dipan. Tubuhnya menggigil. Petugas
sensus itu kemudian urung mendata Ningsih.
Suatu sore yang lain, ketika Panitia Pemilu Tingkat Desa datang di rumah
Ningsih untuk membagikan surat undangan untuk mencoblos di Tempat
Pemungutan Suara, Ningsih juga menggigil ketakutan.
Mbak Ningsih sakit, ya? tanya Panitia Pemilu.
Dengan menggigil ketakutan, Ningsih menggelengkan kepala. Matanya nanar
memandangi sepatu hitam yang dipakai Panitia Pemilu itu. Sekilas
bayang-bayang kenangan mengerikan itu mencekam hati Ningsih. Tiba-tiba
amarah dan dendam di hati Ningsih berkobar-kobar.
Panitia Pemilu terkejut ketika Ningsih tiba-tiba menatapnya dengan mata
mendelik dan napas mendengus-dengus. Aku harus segera pergi, sebelum gadis
ini mengamuk. Nampaknya gadis ini tidak waras, gumamnya sambil bergegas
pergi.
***
Karena mengidap trauma, sejak menyaksikan pembantaian ayah ibunya, Ningsih
dan warga desa sebayanya tak pernah bersedia ikut memberikan hak suaranya
dalam Pemilu, Pilkada maupun Pilkades. Ningsih juga tidak pernah masuk
sekolah karena takut melihat guru-guru yang memakai sepatu hitam. Pada umur
enam tahun dulu, neneknya pernah mendaftarkannya menjadi murid baru di SD
terdekat. Tapi begitu melihat guru-guru bersepatu hitam, Ningsih menggigil
ketakutan.
Saya tak mau masuk sekolah, Nek, kata Ningsih setiap kali neneknya
menyuruhnya masuk sekolah.
Neneknya mencoba merayunya lagi. Kamu harus masuk sekolah, supaya tidak
buta huruf seperti Nenek.
Lebih baik saya buta huruf daripada melihat sepatu hitam.
Neneknya kemudian tidak menyuruhnya lagi untuk masuk sekolah. Neneknya
nampak mengerti bahwa Ningsih betul-betul mengidap trauma kronis yang
selalu tercekam ketakutan setiap kali melihat orang-orang termasuk
guru-guru bersepatu hitam.
Sejak Oktober 1965 itu, memang banyak anak petani yang tidak mau masuk
sekolah karena takut melihat guru-guru bersepatu hitam. Karena itulah,
mengapa sampai sekarang masih banyak rakyat di negeri ini yang buta huruf
dan selalu menderita dirundung kemiskinan. ***
Komentar
Posting Komentar